SERANG – Bantuan Operasional Sekolah Daerah (Bosda) tingkat SMA dan SMK yang tidak bisa maksimal pada 2017 bahkan sampai SILPA, membuat banyak kalangan prihatin.
Kali ini datang dari pemerhati dunia pendidikan Moch Ojat Sudrajat. Ia menuturkan, heran SILPA tahun lalu diprediksi mencapai ratusan juta lebih. Padahal, bila terserap, bisa dimaksimalkan untuk membiayai pendidikan di Banten. Soalnya, anggaran untuk pendidikan mencapai Rp 720 Miliar.
Ia memprediksi, hal tersebut terjadi akibat Pergub nomor 23 tahun 2017 tentang penyelenggaraan pendidikan tak disosialisasikan hingga ke tingkat bawah oleh Dindikbud Banten.
Alhasil, sekolah menjadi kebingungan dalam menyerap anggaran, karena Juknis atau Pergubnya sebagai landasan payung hukumnya tak menerimanya.
“Seharusnya ini (Pergub Nomor 23 tahun 2017) disosialisasikan sampai ke sekolah –sekolah agar mereka paham bagaimana mekanisme dan payung hukumnya,” harap Ojat.
Tidak hanya itu saja, lanjut Ojat, pada saat transisi pelimpahan kewenangan sekolah SMA dan SMK dari kabupaten dan kota kepada Pemprov Banten tidak jelas. Sekolah juga dibingungkan dengan mekanisme pembayarannya. Di mana hanya boleh atau mendapatkan dua koring untuk keperluan di sekolah, dari sebetulnya berjumlah 12 item yang diperbolehkan.
Kedua item tersebut hanya untuk keperluan pembiayaan guru honorer dan pegawai TU honorer serta keperluan OP seperti belanja listri dan telepon. Selebihnya sekolah tidak medapatkannya, membuat alokasi dana Bosda menjadi SILPA.
“Banyak yang tidak terserap akibatnya, mencapai 50 persen lebih. Misalnya ada. Sekolah yang mendapatkan dana Bosda Rp500 juta, paling hanya Rp200 jutanya saja yang bisa diserap. Saya harap, kedepan hal ini tidak terjadi lagi dan bisa lebih baik,” tuturnya.(dj)