Globalonline – Tak sedikit orang yang pergi ke dokter atau rumah sakit hanya ketika mau mengobati penyakit tertentu.
Padahal idealnya, tes kesehatan (medical check up) dilakukan secara berkala untuk mengetahui kondisi kesehatan terbaru, sehingga penyakit bisa dicegah sejak dini.
Hasik riset AIA Healthy Living Index 2018 menemukan beberapa hal terkait tingkat kepuasan masyarakat terhadap kondisi kesehatan mereka.
Salah satu poin yang diungkap adalah kenaikan jumlah warga masyarakat yang menjalani medical check up.
Pada tahun 2016 angkanya hanya 34 persen, namun angka tersebut naik menjadi 49 persen di tahun 2018.
“52 persen dari mereka tidak melakukan medical check up karena merasa sehat.”
Hal itu diungkapkan Head of Brand and Communication PT AIA Financial, Kathryn Monika Parapak di Elite Club, Epicentrum, Jakarta Selatan, Kamis (6/12/2018).
Sementara, empat alasan lainnya adalah kendala biaya (49 persen), dan takut dengan hasil check up (26 persen).
Lalu, ada pula mereka membutuhkan banyak waktu (23 persen), dan yakin tidak memiliki risiko penyakit serius (10 persen).
Padahal, penyakit kritis kadang tidak menunjukkan gejala khusus, namun bisa mengakibatkan kematian. Salah satu contohnya adalah penyakit jantung.
Selain akibat terhadap kesehatan, penyakit kritis juga berdampak pada kondisi keuangan, karena memerlukan biaya pengobatan yang tinggi.
“Dari sisi medis, memang medical check updisarankan setahun sekali terutama untuk orang-orang berusia di atas 40 tahun,” kata dr. Raissa E. Djuanda M. Gizi, Sp.GK.
Namun, anjuran pelaksanaan medical check up juga bergantung pada kondisi kesehatan seseorang.
Mereka yang mengidap penyakit tertentu disarankan melakukan check up lebih sering, misalnya enam bulan sekali.
Ada pun jenis tes yang perlu diambil seperti cek darah di laboratorium untuk melihat beberapa hal, seperti hemoglobin, leukosit, gula darah, fungsi hati, fungsi ginjal, hingga kandungan urin.
“Biasanya ditambah juga dengan kolesterol dan asam urat,” tutur Raissa. (Kompas.com/net)