Jakarta – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mencatat peserta didik Pendidikan Kesetaraan yang telah terdaftar di Data Pokok Peserta Didik (Dapodik) sebanyak 928.776 orang se-Indonesia per Desember 2018. Bahkan, jumlah peserta didik terbanyak berada di wilayah Jawa Barat dengan total ratusan ribu.
“Sekarang peserta didik Pendidikan Kesetaraan yang ada di Dapodik 928.776 orang,” ungkap Direktur Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan (Bindiktara) Abdul Kahar kepada detikcom, Minggu (10/2/2019).
“Target tahun ini secara nasional bertambah sebanyak 925.000 orang peserta didik dengan alokasi anggaran Rp 1.546.225.000,” imbuhnya.
Menurutnya, wilayah paling banyak yang terdaftar dalam Dapodik yaitu Jawa Barat. peserta didik dengan rincian paket A sebanyak 48.802 orang, paket B sebanyak 105.720 orang, paket C sebanyak 153.350 orang, total jadi 207.872 orang
“Jabar merupakan jumlah terbanyak satuan pendidikannya, sehingga mereka secara aktif mendata peserta didik masuk di dalam sistem Dapodik. Daerah lain juga banyak tapi mungkin kendalanya adalah jumlah satuan pendidikannya masih sedikit sehingga terbatas kemampuannya merekrut peserta didik,” papar Abdul.
Satuan Pendidikan PKBM di Jawa Barat, lanjut Abdul, ada 1.784 lembaga, menyusul Jawa Timur 1.228 lembaga. Sedangkan untuk daerah Jawa Tengah berkisar 793, itu artinya akan berbanding lurus dengan jumlah peserta didik.
Kemendikbud membuat program pendidikan kesetaraan dalam mendukung program pemerintah wajib belajar 9 tahun, terutama bagi anak yang putus sekolah melalui berbagai jenjang seperti paket A setara SD, paket B setara SMP, dan paket C setara SMA.
“Pendidikan kesetaraan adalah sebuah layanan pendidikan nonformal yang dijamin oleh undang-undang dan diperuntukkan bagi warga masyarakat yang tidak bisa memperoleh pendidikan layanan formal karena sesuatu hal,” jelas Abdul.
Pendidikan kesetaraan yang sudah ada sejak tahun 1994 melalui Permendikbud No 131 Tahun 1994, tentang Pendidikan Kesetaraan Paket A setara SD dan Paket B setara SMP yang waktu itu bersamaan dicanangkannya Wajib belajar 9 tahun.
“Waktu pembelajarannya (pendidikan kesetaraan) itu fleksibel, karena kita sistem pembelajarannya menggunakan modul. Sehingga bisa tatap muka di satuan pendidikan dengan negosiasi waktu yang fleksibel dengan tutor yang ada di sana atau gurunya. Bisa juga melalui modul secara mandiri,” kata Abdul.
Hal tersebut dirasa dapat membantu masyarakat bagi mereka yang Drop Out (DO) SD dan SMP atau tidak sempat masuk SD atau SMP karena sesuatu hal seperti faktor geografis dan ekonomi, atau waktu sesuai kegiatan pendidikan formal.
“Pendidikan kita di Indonesia ini sangat power full, karena kita dijamin oleh undang-undang. Sehingga untuk equivalency programmes itu boleh dikatakan terbaik di dunia,” tambah Abdul.
Bahkan dijelaskan juga pemegang ijazah paket A setara SD sama haknya pemegang ijazah SD berhak melanjutkan pendidikan. pemegang ijazah paket B setara SMP sama haknya pemegang ijazah SMP berhak melanjutkan pendidikan. Demikian juga pemegang ijazah paket C setara SMA sama haknya pemegang ijazah SMA berhak melanjutkan pendidikan.
“Bahkan dijamin juga pemegang paket A, B, C sama haknya pemegang ijazah SD, SMP, SMA untuk bekerja. Baik untuk bekerja maupun melanjutkan pendidikan itu sama-sama haknya dengan pemegang ijazah formal. Sehingga setara itu memang tidak sama, namun dari segi penghargaan dan pengakuan itu harus sama, karena itu disebut setara. Dan itu disebut paket A, B, dan C, disetarakan oleh pemerintah,” paparnya.(detik.com)