SERANG – Dua hari terakhir, Gunung Anak Krakatau, Selat Sunda, meletus sebanyak 155 kali sejak Selasa 10 Juni 2018 dan Rabu 11 Juni 2018. Letusan ini disertai dengan lontaran abu vulkanik, pasir dan suara dentuman, bahkan secara visual pada malam hari sinar api dan guguran lava pijar bisa teramati.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, selama 24 jam dari pukul 00.00 – 24.00 WIB, Rabu (11/7/2018), Gunung Anak Krakatau meletus 56 kali kejadian dengan amplitudo 25-53 mm, dengan durasi letusan 20-100 detik.
“Letusan tersebut, disertai lontaran abu vulkanik, pasir dan suara dentuman. Secara visual pada malam hari teramati sinar api dan guguran lava pijar. Hembusan 141 kejadian dengan durasi 20-172 detik,” ujarnya melalui rilis resmi, Kamis (12/7/2018).
Dia mengungkapkan, pada hari Selasa (10/7/2018), kemarin, Gunung Anak Krakatau meletus sebanyak 99 kali kejadian dengan amplitudo 18-54 mm dan durasi letusan 20-102 detik. Sambungnya, hembusan tercatat 197 kali dengan durasi 16-93 detik.
“Letusan disertai suara dentuman sebanyak 10 kali yang menyebabkan kaca pos pengamatan gunung bergetar. Banyaknya letusan ini sesungguhnya sudah berlangsung sejak tanggal 18 Juni 2018. Gunung Anak Krakatau mengalami peningkatan aktivitas vulkanik. Ada pergerakan magma ke luar permukaan sehingga terjadi letusan dan ditetapkan waspada (level 2),” paparnya.
Menurutnya, status waspada sudah ditetapkan sejak (26/1/2012) sampai sekarang. Ia menerangkan, dengan status tersebut artinya aktivitas vulkanik di atas normal sehingga letusan dapat terjadi kapan saja.
“Tidak membahayakan selama masyarakat tidak melakukan aktivitasnya di dalam radius 1 km. Letusan Gunung Anak Krakatau yang melontarkan abu vulkanik dan pasir, tidak membahayakan penerbangan pesawat terbang. Jalur pelayaran di Selat Sunda pun tetap aman. Letusan juga tidak berbahaya selama berada di luar radius 1 km dari puncak kawah,” ujarnya.
Fenomena letusan Gunung Anak Krakatau, menurutnya adalah hal yang biasa. Gunung ini masih aktif untuk tumbuh besar dan tinggi dengan melakukan erupsi. Gunung Anak Krakatau baru muncul dari permukaan laut tahun 1927.
“Rata-rata tambah tinggi 4-6 meter per tahun. Energi erupsi yang dikeluarkan juga tidak besar. Sangat kecil sekali peluang terjadi letusan besar seperti letusan Gunung Krakatau pada 1883. Bahkan beberapa ahli mengatakan tidak mungkin untuk saat ini,” ungkapnya.
Ia mengimbau agar masyarakat tidak perlu khawatir dan tetap tenang, pasalnya BPBD Provinsi Banten, BPBD Provinsi Lampung, PVMBG dan BKSDA telah melakukan langkah antisipasi hal yang terpenting.
“Kami menghimbau masyarakat mematuhi rekomendasi untuk tidak melakukan aktivitas di dalam radius 1 km dari puncak kawah,” pungkasnya. (Aden)