SERANG – Banyaknya warga Banten yang menolak untuk di rapid test, membuat Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy berkomentar.
Ia menilai, Gugus Tugas Penanganan Virus Corona atau Covid-19 Banten perlu meningkatkan komunikasi, informasi, dan edukasi kepada masyarakat.
Tapi, tentunya sosialisasi perlu melibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat, dan organisasi profesi, supaya warga paham apa maksud dan tujuan rapid test.
“Pemprov Banten sendiri sudah berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota dan seluruh stakeholder di masyarakat. Lalu melakukan pendekatan personal kepada warga untuk menyikapi masih adanya penolakan rapid test hingga saat ini,” kata Andika dalam diskusi via video conference yang diselenggarakan Gugus Tugas Covid-19 Pemerintah Pusat di Kantor BNPB, Jakarta, Jumat (15/6/2020).
Diskusi yang dipandu oleh artis Lula kamal tersebut, menghadirkan Kepala Pusat Kesehatan Angkatan Darat Tugas Ratmono dan Ketua Tim Pakar Gugasnas Percepatan Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito.
Menurut Andika, penolakan oleh masyarakat terhadap rapid test disebabkan oleh kehawatiran bila positif akan langsung diisolasi serta dipisahkan dari keluarganya.
“Sekali lagi kami sudah lakukan pendekatan personal untuk itu melalui alim ulama, tokoh masyarakat, dan pesantren,” imbuhnya.
Lebih jauh Andika menjelaskan, dalam menjalankan rapid test, Pemprov Banten berpedoman kepada apa yang dinamakan positif rate yang merupakan salah satu indikator pelonggaran sosial dengan target kurang dari lima persen jumlah penduduk. Untuk mencapai capaian itu, harus memperbanyak jumlah orang yang diperiksa PCR.
Diakuinya, target sampel PCR berdasarkan BAPPENAS adalah 3.500/1 juta penduduk. “Jumlah penduduk Provinsi Banten sendiri adalah 12 juta. Artinya sampel yang harus diperiksa sebanyak 42.000 orang. Sekarang, sampel yang dikirim baru 30 persen dari target,” paparnya.(dhan)