SERANG – Diberikan keluasan dalam menggunakan kuasa pengguna anggaran (KPA), SMA dan SMK yang tahun 2019 menjadi UPT Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten hal itu disampaikan oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten Engkos Kosasih Samanhudi, saat ditemui, Kamis (22/11/2018).
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten Engkos Kosasih Samanhudi mengatakan, penyematan status UPT pada sekolah dilatarbelakangi adanya otorisasi kepala sekolah sebagai pengelola anggaran.
“Sekarang keuangan negara harus semakin transparan, termasuk dalam hal kelembagaan pengguna anggaran. Sekarang bantuan operasional pendidikan dipergunakan oleh kepala sekolah dalam posisi sebagai apa tidak jelas. Jadi, yang saat ini terjadi kewenangannya ditumpangkan di Kepala Bidang sebagai KPA dan yang menggunakan seluruh sekolah. Tetapi kalau ada apa-apa yang menanggung kami. Kan kurang fair yaa,”ujarnya.
Ia melanjutkan, dalam sistem pengelolaan anggaran, terdapat tiga jenis pertanggungjawaban keuangan, yakni pertanggungjawaban teknis, administratif, dan teknik, selama ini dalam pengelolaan anggaran pada dunia pendidikan di Banten, Kepala Bidang hanya berperan sebagai KPA untuk pertanggungjawaban administrasi. Padahal, seorang Kabid, kata Engkos, tidak bisa bertindak sebagai KPA untuk pertanggungjawaban teknis dan teknik karena kedua hal tersebut dilakukan oleh kepala sekolah.
“Kalau terjadi dispute (perselisihan-red), siapa yang mau bertanggung jawab? Susah kan. Karena itu, ke depannya, itu semua harus jelas. Siapa yang menggunakan uang dialah yang bertanggung jawab terhadap ketiganya,” ujarnya.
Dia kemudian menceritakan mengenai dana bantuan ke sekolah-sekolah yang selama ini besarannya dipukul rata karena pengajuannya melalui bidang, dan bukan dari kepala sekolah langsung. Padahal, kata dia, kebutuhan tiap sekolah berbeda-beda.
“Sekarang kan banyak yang bilang bantuan operasional pendidikan (BOP) itu tidak sesuai kebutuhan. Bagaimana bantuan untuk semua sekolah disamaratakan. Ada ratusan sekolah yang bantuannya disamaratakan. Padahal, biaya pemeliharaan bangunan sekolah yang baru setahun dengan bangunan sekolah yang lama jelas berbeda. Cara mengetahui besaran kebutuhannya bagaimana? Kita tidak tahu. Makanya, harus mereka yang bikin,” kata dia.
Engkos sendiri yakin, dengan diberinya keleluasaan kepala sekolah untuk mengelola anggaran, mereka akan semakin paham tentang manajemen pengelolaan keuangan.
“Kepala sekolah itu kan sebagai pengelola aset dan pengelola SDM. Jadi, mereka harus paham juga terkait pengelolaan keuangan di sekolahnya masing-masing,” ucapnya.
Kebijakan penujukan sekolah menjadi UPT dan diberi kewenangan mengelola anggaran disambut baik seluruh Kepala SMA/SMK Negeri di Banten. Pasalnya kebijakan tersebut telah sejalan dengan semangat kebijakan pendidikan gratis sebagimana yang diharapkan Gubernur Banten, Wahidin Halim. (Dhan/Grup)